Erik Homburger Erikson dilahirkan di Frankurt, Jerman pada tanggal 15
juni 1902. Sangat sedikit yang bisa diketahui tentang asal usulnya.
Ayahnya adalah seorang laki-laki berkebangsaan Denmark yang tidak
dikenal namanya dan tidak mau mengaku Erikson sebagai anaknya sewaktu
masih dalam kandungan dan langsung meninggalkan ibunya. Ibunya bernama
Karla Abrahamsen yang berkebangsaan Yahudi. Saat Erikson berusia tiga
tahun ibunya menikah lagi dengan seorang dokter bernama Theodore
Homburger, kemudian mereka pindah kedaerah Karlsruhe di Jerman Selatan.
Pada 1911 Erik secara resmi diadopsi oleh ayah tirinya. Nama Erik
Erikson dipakai pada tahun 1939 sebagai ganti Erik Homburger. Erikson
menyebut dirinya sebagai ayah bagi dirinya sendiri, nama Homburger
direduksi sebagai nama tengah bukan nama akhir.
Sebelum melihat lebih jauh mengenai teori dari Erik Erikson, maka
kita tidak bisa melewati sketsa biografi Erik Erikson yang juga
berperan/mendukung terbentuknya teori psikoanalisis. Pencarian identitas
tampaknya merupakan fokus perhatian terbesar Erikson dalam kehidupan
dan teorinya.
Pertama kalinya Erikson belajar sebagai “child analyst” melalui
sebuah tawaran/ajakan dari Anna Freud (putri dari Sigmund Freud) di
Vienna Psycholoanalytic Institute selama kurun waktu kurang lebih tahun
1927-1933. Bisa dikatakan Erikson menjadi seorang psikoanalisis karena
Anna Freud. Kemudian pada tanggal 1 April 1930 Erikson menikah dengan
Joan Serson, seorang sosiologi Amerika yang sedang penelitian di Eropa.
Pada tahun 1933 Erikson pindah ke Denmark dan di sana ia mendirikan
pusat pelatihan psikoanalisa (psychoanalytic training center). Pada
tahun1939 Erikson pindah ke Amerika Serikat dan menjadi warga Negara
tersebut, selain itu secara resmi pun dia telah mengganti namanya
menjadi Erik Erikson. Tidak ada yang tahu apa alasannya memilih nama
tersebut.
Erik Erikson adalah seorang psikolog perkembangan
Denmark-Jerman-Amerika dan psikoanalis terkenal karena teorinya tentang
pembangunan sosial manusia. Dia mungkin paling terkenal untuk coining
krisis identitas frase. Anaknya, Kai T. Erikson, adalah seorang sosiolog
Amerika.
Perkembangan identitas tampaknya telah menjadi salah satu
keprihatinan Erikson terbesar dalam hidup sendiri maupun teorinya.
Selama masa kanak-kanak dan dewasa awal ia dikenal sebagai Erik
Homburger. Dia adalah seorang pribadi yang jangkung berambut pirang,
bermata biru, dan anak yang dibesarkan dalam agama Yahudi. Di sekolah
kuil, anak-anak menggodanya karena Nordic; di sekolah dasar, mereka
menggoda dia untuk menjadi Yahudi. Erikson adalah seorang mahasiswa dan
guru seni. Ketika mengajar di sebuah sekolah swasta di Wina, ia
berkenalan dengan Anna Freud, putri Sigmund Freud. Erikson mengalami
psikoanalisis dan pengalaman itu membuatnya memutuskan untuk menjadi
seorang analis sendiri. Dia dilatih dalam psikoanalisis di Wina
psikoanalitis Institute dan juga mempelajari metode pendidikan
Montessori, yang berfokus pada perkembangan anak.
Setelah lulusdari Institute di Wina psikoanalitis 1933, Nazi baru
saja berkuasa di Jerman dan ia berhijrah bersama istrinya, pertama ke
Denmark lalu ke Amerika Serikat, di mana ia menjadi psikoanalis anak
pertama di Boston. Erikson memegang posisi di Massachusetts General
Hospital, Hakim Bimbingan Baker Center dan di Harvard Medical School dan
Psikologis Klinik, membangun reputasi sebagai dokter. Pada tahun 1936,
Erikson menerima posisi di Yale University, bekerja di Institute of
Human Relations dan mengajar di Sekolah Kedokteran. Setelah setahun
mengamati anak-anak Sioux di Dakota Selatan, ia bergabung dengan staf
pengajar University of California di Berkeley, berafiliasi dengan
Institut Kesejahteraan Anak, dan membuka praktik. Di California, Erikson
belajar anak suku asli Yurok Amerika.
Setelah penerbitan buku yang terkenal Erikson, Anak dan Masyarakat,
pada 1950, ia meninggalkan University of California ketika ada profesor
meminta untuk tanda-tangani sumpah loyalitas. Ia menghabiskan sepuluh
tahun bekerja dan mengajar di Pusat Riggs Austen., fasilitas perawatan
psikiatri terkemuka di Stockbridge, Massachusetts, dimana ia bekerja
dengan orang-orang muda emosional bermasalah. Pada tahun 1960, Erikson
kembali ke Harvard sebagai profesor pembangunan manusia dan tetap di
universitas hingga pensiun pada tahun 1970. Erikson juga dikreditkan
dengan menjadi salah satu pencetus psikologi Ego, yang menekankan peran
ego sebagai lebih dari seorang hamba id.
Menurut Erikson, lingkungan di mana anak hidup sangat penting untuk
memberikan pertumbuhan, penyesuaian, sumber kesadaran diri dan
identitas. Bukunya 1969 Gandhi Kebenaran, yang lebih terfokus pada teori
yang diterapkan untuk tahap selanjutnya dalam siklus hidup, memenangkan
hadiah Pulitzer Erikson dan US National Book Award. Pada tahun 1973
National Endowment untuk dipilih Humaniora Erikson untuk Kuliah
Jefferson, kehormatan pemerintah federal AS untuk pencapaian tertinggi
di humaniora. Erikson kuliah berjudul “Dimensi dari Identity Baru.” Erik
Erikson meninggal pada 12 Mei 1994.
Erik Erikson percaya bahwa setiap manusia berjalan melalui sejumlah
tahap untuk mencapai pembangunan penuhnya, berteori delapan tahap, bahwa
manusia melewati dari lahir sampai mati. (Anak dan Masyarakat-Erik
Erikson) Erikson menguraikan tahap genital Freud menjadi remaja dan
menambahkan tiga tahap dewasa. Janda Joan Serson Erikson menguraikan
pada model sebelum kematiannya, menambahkan tahap kesembilan (umur tua)
itu, dengan mempertimbangkan harapan hidup meningkat di budaya Barat.
Erikson adalah Neo-Freudian, digambarkan sebagai seorang psikolog ego
mempelajari tahap pembangunan yang mencakup seluruh siklus hidup. Setiap
tahap Erikson pengembangan psikososial ditandai oleh konflik, untuk
yang resolusi sukses akan menghasilkan hasil yang menguntungkan,
misalnya, kepercayaan vs ketidakpercayaan dan oleh sebuah peristiwa
penting, konflik ini terselesaikan sendiri.
Favourable hasil dari setiap tahap kadang dikenal sebagai
“kebajikan”, istilah yang digunakan, dalam konteks kerja Eriksonian,
sebagaimana diterapkan untuk obat-obatan yang berarti “potensi.”
Misalnya kebajikan yang akan muncul dari resolusi yang berhasil. Anehnya
dan kontra-intuitif, penelitian Erikson menyarankan setiap individu
harus belajar cara memegang kedua ekstrim setiap tantangan hidup tahap
tertentu dalam ketegangan satu sama lain, tidak menolak salah satu ujung
ketegangan atau yang lain. Hanya ketika kedua ekstrem dalam tahap
tantangan hidup dipahami dan diterima sebagai keduanya diperlukan dan
berguna, didapat kebajikan yang optimal. Jadi, ‘kepercayaan’ dan ‘salah
kepercayaan’ itu harus dipahami dan diterima, agar harapan realistis
‘untuk muncul sebagai solusi yang layak pada tahap pertama. Demikian
pula, ‘integritas’ dan ‘putus asa’ itu harus dipahami dan berpelukan,
agar hikmat ditindak-lanjuti ‘ sebagai solusi yang layak pada tahap
terakhir.
Sebagian besar penelitian empiris ke teori Erikson telah difokuskan
pada pandangannya mengenai upaya untuk membangun identitas masa remaja.
pendekatan teoretis-Nya telah dipelajari dan didukung, khususnya
mengenai remaja, oleh James Marcia. Marcia’s Erikson bekerja
diperpanjang dengan membedakan berbagai bentuk identitas, dan ada
beberapa bukti empiris bahwa orang-orang yang membentuk diri yang paling
koheren-konsep pada masa remaja adalah mereka yang paling mampu membuat
lampiran intim di usia dewasa awal. Ini mendukung teori Eriksonian,
yang menunjukkan bahwa mereka paling siap untuk menyelesaikan krisis
dewasa awal dan berhasil menyelesaikan krisis remaja.
Banyak yang merasa bahwa Erik H. Erikson telah menghembuskan
kehidupan baru kedalam teori psikoanalitik. Meskipun beberapa
konsep-nya berbeda dari Freud, Erikson telah meniupkan kehidupan baru ke
dalam teori psikoanalitik. Meskipun beberapa konsep-nya berbeda dari
Freud, Erikson telah menjelaskan penemuan baru dan konsep yang berbeda.
Erikson menyatakan bahwa ia tetap setia dengan teori Freud dan
kontribusinya, yang memperpanjang dan menguraikan ide-ide psikoanalitik,
tidak bertentangan dengan ajaran dasar psikoanalisis Freudian
Erikson, seperti Anna Freud, Hartman, White dan teoretikus ego
lainnya kontemporer analitik, adalah kesepakatan yang baik, lebih
peduli dengan ego dibandingkan dengan id dan superego. Erikson melihat
ego mewakili “kapasitas manusia untuk menyatukan pengalaman dan tindakan
nya secara adaptif” (1963, hal.15), dan dia membuat ego menguasai bukan
budak dari dua sistem lainnya.
Erikson telah membangun di atas konsep Freud pada tahap perkembangan,
memperluas Target sendiri melalui seluruh siklus hidup, dari lahir
sampai mati. Erikson menerima dinamika biologis-seksual bassic
dipostulasikan oleh Freud. Salah satu kontribusi besar Erikson adalah
telah menekankan interaksi individu dengan lingkungan sosial dalam
membentuk kepribadian, ego telah “berakar dalam organisasi sosial”
EGO KREATIF MENURUT ERIKSON
Membangun dan memperluas karya Sigmund dan Anna Freud dan Heinz
Hartman, Erikson menggambarkan ego yang memiliki kualitas kreatif. Ini
tidak hanya berusaha secara aktif untuk beradaptasi dengan lingkungannya
tetapi menemukan solusi kreatif untuk setiap masalah baru. Bahkan
ketika digagalkan, ego merespon dengan semangat, karena memiliki
kekuatan dasar dan fleksibilitas.
Erikson memandang ego sebagai kemampuan seseorang untuk menyesuaikan
diri secara kreatif dan otonom. Erikson menjelaskan bahwa ego itu
memiliki kreatifitas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tidak
hanya di tentukan oleh factor internal yang berasal dari dalam diri
individu, tetapi juga di tentukan oleh faktor sosial dan budaya tempat
individu itu berada.
Erikson menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego,
yang tidak adap pada psikoanalisa freud, yakni kepercayaan, dan
penghargaan, otonomi dan kemaun, kerajinan, dan kompetensi, identitas
dan kesetiaan, keakraban dan cinta, generativitas dan pemeliharaan,
serta integritas. Ego semacam itu disebut ego kreatif, ego yang dapat
menemukan pemecahan kreatif atas masalah pada setiap tahap kehidupan.
apabila menemui hambatan ataupun konflik, ego tidak menyerah akan tetapi
bereaksi dengan menggunakan kombinasi antara kesiapan batin dan
kesempatan yang disediakan oleh lingkungan. Ego bukan budak melainkan
yang mengatur id, super ego, dan dunia luar. Jadi ego selain hasil dari
proses faktor-faktor gentik, fisiologik, dan anatomis, juga dibentuk
oleh konteks cultural dan historis.
Ego kreatif dari Erikson yang dapat dipandang sebagai pengembangan
dari teori perkembangan seksual-infantil dari Freud, mendapat pengakuan
yang luas sebagai teori yang khas, berkat pandangannya bahwa
perkembangan keperibadian mengikuti perinsip epigenetic. Bagi
organisme, untuk mencapai perkembangan penuh dari struktur biologis
potensialnya, lingkungan harus memberi stimulasi yang khusus. Menurut
erikson, fungsi psikoseksual dari Freud yang bersifat biologis juga
bersifat epigenesist, artinya psikoseksual untuk berkembang membutuhkan
stimulasi khusus dari lingkungan dalam hal ini yang terpenting adalah
lingkungan sosial.
Erikson menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego yakni kepercayaan
dan penghargaan, otonomi dan kemauan, kerajinan dan kompetensi,
identitas dan kesetiaan, keakraban dan cinta, generativitas dan
pemeliharaan, serta integritas. Ego ini dapat menemukan
pemecahan kreatif atas masalah baru pada setiap tahap kehidupan. Ego
bukan menjadi budak lagi, namun dapat mengatur id, superego dan dibentuk
oleh konteks cultural dan historik. Berikut adalah ego yang sempurna menurut Erikson :
- Faktualitas adalah kumpulan fakta, data, dan metoda yang dapat diverifikasi dengan metoda kerja yang sedang berlaku. Ego berisi kumpulan fakta dan data hasil interaksi dengan lingkungan.
2. Universalitas berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan (sens of
reality) yang menggabungkan hal yang praktis dan kongkrit dengan
pandangan semesta, mirip dengan pronsip realita dari Freud.
3. Aktualitas adalah cara baru dalam berhubungan satu dengan yang lain, memperkuat hubungan untuk mencapai tujuan bersama.
Menurut Erikson, ego sebagian bersifat tak sadar, mengorganisir dan
mensitesa pengalaman sekarang dengan pengalaman diri masa lalu dan
dengan diri masa yang akan datang. Dia menemukan tiga aspek ego yang
saling berhubungan, yakni:
- Body Ego: Mengacu ke pengalaman orang dengan tubuh/ fisiknya sendiri.
- Ego Ideal: Gambaran mengenai bagaimana seharusnya diri, sesuatu yang bersifat ideal.
- Ego Identity: Gambaran mengenai diri dalam berbagai peran sosial.
Teori Ego dari Erikson memandang bahwa perkembangan kepribadian
mengikuti prinsip epigenetik. Bagi organisme, untuk mencapai
perkembangan penuh dari struktur biologis potensialnya, lingkungan harus
memberi stimulasi yang khusus. Sama seperti Freud, Erikson menganggap
hubungan ibu-anak menjadi bagian penting dari perkembangan kepribadian.
Tetapi Erikson tidak membatasi teori hubungan id-ego dalam bentuk usaha
memuaskan kebutuhan id oleh ego.
Tipe ego yang digambarkan oleh Erikson dapat disebut ego kreatif,
meskipun ia sendiri tidak menggunakan kata tersebut. Ego kratif dapat
dan memang berhasil menemukan pemecahan-pemecahan kreatif atas
masalah-masalah baru yang menimpanya pada setiap tahap kehidupan. Pada
setiap tahap ia mampu menggunakan kombinasi antara kesiapan batin dan
kesempatan yang tersedia di dunia luar serta melakukannya dengan giat,
bahkan dengan perasaan gembira. Apabila menemui hambatan, maka ego
bereaksi dengan usaha baru dan bukan menyerah. Ego tampak sangat kuat
dan tabah. Kemampuan untuk bangkit kembali menurut Erikson,
merupakan suatu inheren dalam ego muda. Pada kenyataannya, ego justru
bekembang berkat konplik dan krisis. Ego dapat dan biasanya memang
menjadi tuan dan bukan budak id, dunia luar dan super ego. Memang
Erikson sangat sedikit brbicara tentang id dan super ego, atau tentang
motivasi tak sadar dan strategi-strategi irasional.
Sebagai seorang psikoanalis yang melakukan praktik, Erikson tentu
menyadari sifat rentan ego, pertahanan-pertahanan irasional yang
dibangunnya, dan akibat merusak trauma, kecemasan dan rasa bersalah.
Tetapi ia juga sering melihat bahwa ego pasien mampu menangani secara
efektif masalah-masalahnya dengan sedikit bantuan dari ahli psikoterapi.
Pemusatan pada kekuatan potensial ego ini mewarnai semua tulisan
Erikson.
Konsepsi Erikson tentang Ego sangat memasyarakat dan historis.
Disamping faktor-faktor genetik, fisiologis, dan anatomis yang ikut
menentukan kodrat ego si individu, terdapat juga pengaruh-pengaruh
kultural dan historis yang penting. Penempatan ego dalam suatu konteks
kultural dan historis ini-suatu kerangka ruang-waktu-merupakan salah
satu sumbangan Erikson yang sangat kreatif bagi teori ego.
FUNGSI EGO
Fungsi ego dalam diri individu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
- Fungsi dorongan ekonomis; fungsi ego ini menyalurkan dengan cara mewujudkan dalam bentuk tingkah laku secara baik yaitu yang baik dan dapat diterima lingkungan, berguna dan menguntungkan baik bagi diri individu sendiri maupun orang lain di lingkungannya.
- Fungsi kognitif; berfungsinya ego pada diri individu untuk menerima rangsangan dari luar kemudian menyimpannya dan setelah itu dapat mempergunakannya unuk keperluan coping behavior. Dalam hal ini individu mempergunakan kemampuan kognitifnya dengan disertai oleh pertimbangan-pertimbangan akal dan menalar.
- Fungsi pengawasan; disebut juga dengan fungsi kontrol, maksudnya tingkah laku yang dimunculkan individu merupakan tingkah laku yang berpola dan sesuai dengan aturan. Secara khusus fungsi ego ini mengontrol perasaan dan emosi terhadap tingkah laku yang dimunculkan
- CIRI KHAS PSIKOLOGI EGO ERIKSON
- Erikson menekankan kesadaran individu untuk menyesuaikan diri dengan pengaruh sosial. Pusat perhatian psikologi ego adalah kemasukan ego yang sehat.
- Erikson berusaha mengembangkan teori insting dari Freud dengan menambahkan konsep epigenetik kepribadian.
- Erikson secara eksplisit mengemukakan bahwa motif mungkin berasal dari impuls id yang tak sadar, namun motif itu bisa membebaskan diri dari id seperti individu meninggalkan peran sosial di masa lalunya. Fungsi ego dalam pemecahan masalah, persepsi, identitas ego, dan dasar kepercayaan bebas dari id, membangun sistem kerja sendiri yang terlepas dari sistem kerja id.
- Erikson menganggap ego sebagai sumber kesadaran diri seseorang. Selama menyesuaikan diri dengan realita, ego mengembangkan perasaan keberkelanjutan diri dengan masa lalu dan masa yang akan datang.
- KONSELING EGO
Konseling ego dipopulerkan oleh Erikson. Konseling ego memiliki ciri
khas yang lebih menekankan pada fungsi ego. Kegiatan konseling yang
dilakukan pada umumnya bertujuan untuk memperkuat ego strength,
yang berarti melatih kekuatan ego klien. Seringkali orang yang
bermasalah adalah orang yang memiliki ego yang lemah. Misalnya, orang
yang rendah diri, dan tidak bisa mengambil keputusan secara tepat
dikarenakan ia tidak mampu memfungsikan egonya secara penuh, baik untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, meraih keinginannya.
Perbedaan ego menurut Freud dengan ego menurut Erikson adalah: Menurut Freud ego tumbuh dari id, sedangkan menurut Erikson ego tumbuh sendiri yang menjadi kepribadian seseorang.
Erik Erikson percaya bahwa setiap manusia berjalan melalui sejumlah
tahap untuk mencapai pembangunan penuhnya, berteori delapan tahap, bahwa
manusia melewati dari lahir sampai mati. (Anak dan Masyarakat-Erik
Erikson) Erikson menguraikan tahap genital Freud menjadi remaja dan
menambahkan tiga tahap dewasa. Erikson menguraikan pada model sebelum
kematiannya, menambahkan tahap kesembilan (umur tua) itu, dengan
mempertimbangkan harapan hidup meningkat di budaya Barat. Erikson adalah
Neo-Freudian, digambarkan sebagai seorang psikolog ego mempelajari
tahap pembangunan yang mencakup seluruh siklus hidup. Setiap tahap
menurut Erikson dalam pengembangan psikososial ditandai oleh konflik,
untuk yang resolusi sukses akan menghasilkan hasil yang menguntungkan,
misalnya, kepercayaan vs ketidakpercayaan dan oleh sebuah peristiwa
penting, konflik ini terselesaikan sendiri.
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN PSIKOSOSIAL
1. Prinsip Epigenetik
Menurut Erikson, ego berkembang melalui berbagai tahap kehidupan
mengikuti prinsip epigenetik, istilah yang dipinjam dari embriologi.
Perkembangan epigenetik adalah perkembangan tahap demi tahap dari
organ-organ embrio. Ego berkembang mengikuti prinsip epigenetik, artinya
tiap bagian dari ego berkembang pada tahap perkembangan tertentu dalam
rentangan waktu tertentu (yang disediakan oleh hereditas untuk
berkembang). Tahap perkembangan yang satu terbentuk dan dikembangkan di
atas perkembangan sebelumnya (tetapi tidak mengganti perkembangan tahap
sebelumnya itu).
2. Aspek Psikoseksual
Teori perkembangan dari Erikson melengkapi dan menyempurnakan teori
Freud dalam dua hal, pertama melengkapi tahapan perkembangan menjadi
delapan yakni tahap bayi (infcy), anak (candy childhood), bermain (play
age), sekolh (school ge), remaja (addolesence), dewasa awal (young
adulthood), dewasa (adulthood) dan tua (mature). Freud hanya membahs 4
tahapan, dri bayi sampai dengan usia sekolah. Kedua, memki analisis
konflik untuk mendeskkripsi perkembangan kepribadian. Perkembangan
insting seksual dipakai Freud untuk menjelaskan bahwa traum (seksual)
bias dialami manusia pada usia dini dan bagaimana pengaruhnya pada masa
yang akn dating. Erikson mengakui adanya aspek psikoseksual dalam
perkembangan, yang menurutnya bias berkembang positif (aktulisasi seksul
yang dapat diterima) atau negative (aktualisasi ekpresiseksual yang
tidak dikehendaki). Dia memusatkan perhatiannya mendeskripsikan bgaimana
kepastian kemnusiaan mengatasi aspek osikoseksual itu; bagaimana
mengembangkan insting seksual menjadi positif.
3. Konflik Psikoseksual
Teori Erikson sendiri memakai dasar perkembangan social; pada setiap
tahap perkembangan muncul konflik social yang khas, yang seperti insting
seksual harus dikembangkan ke rah positif. Teori perkembangan dari
Erikson kemudian dinamakan Teori Perkembangan Psikososial. Enam Pokok
Pikiran Teori Perkembangan Psikososial Erikson
- Prinsip Epigenetik: Perkembangan kepribadian mengikuti prinsip epigenetik.
- Interaksi Bertentangan: Di setiap tahap ada konflik psikososial, antara elemen sintonik (syntonic = harmonious) dan distonik (dystonic = disruptive). Kedua elemen itu dibutuhkan oleh kepribadian.
- Kekuatan Ego: Konflik psikososial di setiap tahap hasilnya akan mempengaruhi atau mengembangkan ego. Dari sisi jenis sifat yang dikembangkan, kemenangan aspek sintonik akan memberi ego sifat yang baik, disebut Virtue. Dari sisi enerji, virtue akan meningkatkan kuantitas ego atau kekuatan ego untuk mengatasi konflik sejenis, sehingga virtue disebut juga sebagai kekuatan dasar (basic strengh).
- Aspek Somatis: Walaupun Erikson membagi tahapan berdasarkan perkembangan psikososial, dia tidak melupakan aspek somatis/biologikal dari perkembangan manusia.
- Konflik dan Peristiwa Pancaragam (Multiplicity of Conflict and Event): Peristiwa pada awal perkembangan tidak berdampak langsung pada perkembangan kepribadian selanjutnya. Identitas ego dibentuk oleh konflik dan peristiwa masa lalu, kini, dan masa yang akan datang.
- Di setiap tahap perkembangan, khususnya dari masa adolesen dan sesudahnya, perkembangan kepribadian ditandai oleh krisis identitas (identity crisis), yang dinamakan Erikson “titik balik, periode peningkatan bahaya dan memuncaknya potensi”.
Sumber :
Alwisol. (2004). Psikologi Kepribadian. Malang. UMM Press
Corey, Gerals. (2007). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Hall, Calvin S., & G. Lindzey, (1957). Theories of Personality. John willy & Sons, New York,
Hansen, James C. (1977). Counseling Theory and Process. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Categories:
C. Dasar dan Teori Psikologi Bimbingan Konseling