IVAN PETROVICH
PAVLOV(1849-1936)
Pavlov
lahir di Rusia pada 1849 dan meninggal pada tahun 1936. Ayahnya adalah pendeta
dan Pavlov juga belajar untuk menjadi pendeta namun berubah pikiran dan
menghabiskan sepanjang hidupnya untuk mempelajari fisiologi. Pada 1904 dia memenangkan
hadiah Nobel untuk karyanya di bidang fisiologi pencernaan. Dia memulai study reflex yang dikondisikan
pada usia 50 tahun.
Metode
study pencernaan Pavlov menggunakan cara pembedahan pada anjing yang memungkinkan cairan perut
mengalir melalui suatu hiliran(fistula) keluar dari tubuh , dan cairan
ditampung. Pavlov mengukur sekresi perut saat anjing merespon bubuk makanan dia
melihat bahwa hanya melihat makanan saja telah menyebabkan anjing mengeluarkan
air liur. Selain itu, saat mendengar langkah kaki eksperimenter anjing juga
mengeluarkan air liur. Pada awalnya Pavlov menyebutnya sebagai reflex”psikis”,
tetapi sebagai ilmuwan yang objektif dan
sebagai seorang fisiologis Pavlov enggan meneliti hal itu.Akhirnya dia
memutuskan untuk mempelajari isu itu tetapi sebagai problem fisiologis murni
agar tidak ada elemen subyektif yang masuk ke dalam risetnya.
II.2 EKSPERIMEN
PAVLOV TERHADAP TEORI BELAJAR
II.2.1
OBSERVASI EMPIRIS
Perkembangan
Reflek yang Dikondisikan
Istilah
Pengkondisian Pavlovian dan pengkondisian klasik adalah sama.Unsur yang
dibutuhkan untuk melahirkan pengkondisian Pavlovian atau klasik
adalah:(1)Unconditioned Stimulus( stimulus yang tak dikondisikan[US]), yang
menimbulkan respon alamiah atau otomatis dari organisme;(2) Unconditioned
Response(respon yang tidak dikondisikan[UR]) yang merupakan respon alamiah dan
otomatis yang disebabkan oleh US; dan (3)Conditioned Stimulus(stimulus yang
dikondisikan[CS]), yang merupakan stimulus netral karena ia tidak menimbulkan
respon alamiah atau otomatis pada organisme. Ketika unsur-unsur ini bercampur
dengan cara-cara tertentu, akan terjadi Conditional Respon(respon yang
dikondisikan [CR]). Untuk memproduksi CR,CS dan US harus dipasangkan beberapa
kali. Prosedur ini digambarkan sebagai berikut:
Prosedur training:CS→US→UR
Demonstrasi Pengkondisian: CS→CR
UR dan CR selalu merupakan jenis respon yang sama. Namun,
besarnya CR selalu lebih sedikit daripada UR, tetapi hal ini ternyata tidak benar,setidaknya dalam
beberapa kasus.
Pelenyapan
Eksperimental
Eksistensi CR bergantung pada US,itu sebabnya US disebut
sebagai penguat (reinforcer). Tanpa US,CS tidak akan mampu mengeluarkan CR.
Demikian pula, jika setelah CR dikembangkan,CS terus dihadirkan tanpa adanya
US, maka CR pelan-pelan akan lenyap. Ketika CS tak lagi menghasilkan CR,
exstinction(pelenyapan)eksperimental dikatakan telah terjadi. Pada intinya
pelenyapan terjadi ketika CS disajikan kepada organisme tanpa diikuti dengan
penguatan. Dalam studi pengkondisian klasik, penguatan adalah US.
Pemulihan
Spontan(spontaneous recovery)
Beberapa waktu sesudah pelenyapan,jika CS sekali lagi
dihadirkan kepada hewan, CR akan muncul kembali secara temporer. CR” dipulihkan
secara spontan” meskipun tidak ada lagi pasangan CS dan US.Jika ada penundaan
setelah pelenyapan dan CS disajikan
kepada organisme, ia cenderung akan mengeluarkan CR.
Pengkondisian
Tingkat Tinggi
Setelah
CS dipasangkan dengan US beberapa kali,ia dapat dipakai seperti US. Yakni
setelah dipasangkan dengan US,CS mengembangkan properti penguatan sendiri, dan
ia dapat dipasangkan dengan CS kedua untuk menghasilkan CR. Misalnya kedipan
cahaya (CS) dengan penyajian makanan(US). Makanan akan menyebabkan hewan
mengeluarkan air liur ,dan setelah CS dan US beberapa kali dipasangakan, maka
penyajian cahaya saja akan menyebabkan hewan mengeluarkan liur. Keluarnya air
liur setelah ada kedipan cahaya adalah respons yang dikondisikan.
Sekarang
cahaya yang menimbulkan air liur itu dapat dipasangkan lagi dengan CS
kedua,misalnya suara dengungan. Arah pendampingan pasangan sama dengan
pengkondisian awal: pertama CS baru(suara berdengung) disajikan,dan kemudian
disajikan cahaya. Makanan tidak lagi dipakai disini. Setelah beberapa kali
dipasangkan, suara saja sudah bisa menyebabkan hewan mengeluarkan liur. Dalam contoh
ini,CS pertama dipakai seperti US yang dipakai untuk menghasilkan respon yang
dikondisikan. Ini dinamakan pengkondisian tingkat kedua. Kita juga mengatakan
bahwa CS pertama mengembangkan properti penguat sekunder karena ia dipakai
untuk mengondisikan respons terhadap stimulus baru. Karenanya ,CS ini dinamakan
secondary reinforcer(penguat sekunder). Penguat sekunder tidak dapat berkembang tanpa US sehingga dinamakan
primary reinforcer (penguat primer).
Prosedur
ini dapat dilanjutkan satu tingkat lagi. CS kedua(suara) dapat dipasangkan
dengan CS lainnya, seperti nada 2.000-cps. Arah pendamping masih sama seperti
sebelumnya: pertama nada,kemudian suara dengungan. Akhirnya ,nada saja sudah
cukup untuk menyebabkan hewan berliur. Jadi,melalui pemasangannya dengan cahaya
,suara dengung menjadi penguat sekunder, dan karenanya dapat dipakai untuk
mengondisikan respons ke stimulus baru,nada 2.000-cps. Ini adalah pengkondisian
tingkat ketiga. Pengkondisian tingkat kedua dan ketiga ini dinamakan
higher-order conditioning (pengkondisian tingkat tinggi).
Karena
pengkondisian tingkat tinggi harus
dipelajari selama proses pelenyapan, maka sangat sulit untuk melampaui
pengkondisian tingkat ketiga. Saat pengkondisian tingkat kedua dan tiga
terlewati,besaran CS menjadi semakin kecil dan CR hanya bertahan selama
segelintir percobaan. Nada hanya menimbulkan sedikit liur dan hanya terjadi
pada waktu awal.
Generalisasi
Ada
hubungan antara konsep generalisasi pavlov dengan penjelasan transfer training
dari Thorndike. Dengan generalisasi, seperti training dan situasi tes yang lebih banyak
kemiripannya, ada lebih besar kemungkinan bahwa respon yang sama akan diberikan
untuk kedua situasi. Generalisasi dan transfer
menjelaskan bahwa kita dapat memberikan reaksi yang telah dipelajari
untuk situasi yang belum pernah dijumpai sebelumnya; yakni merespon situasi baru seperti ketika kita
merespon situasi yang serupa yang sudah kita kenali.
Ada
perbedaan antara penyebaran efek Thorndike dengan generalisasi Pavlov. Untuk
penyebaran efek ,kedekatan adalah faktor penting. Generalisasi mendeskripsikan
peningkatan kemampuan memproduksi CR oleh stimuli yang terkait dengan stimulus
yang mendahului penguatan. Untuk generalisasi, kemiripanlah yang penting bukan
kedekatan.
Diskriminasi
Lawan dari generalisasi adalah
discrimination(diskriminasi).Diskriminasi mengacu pada tendensi untuk merespon
sederetan stimuli yang amat terbatas atau hanya pada stimuli yang digunakan
selama training saja.Diskriminasi dapat muncul melalui 2 cara: training yang lebih
lama dan penguatan diferensial. Pertama, jika CS berkali-kali disandingkan atau
dipasangkan dengan US dalam waktu yang lebih lama ,kecenderungan untuk merespon
stimuli yang terkait dengan CS yang tidak identik akan menurun. Dengan kata
lain, jika penyandingan antara CS dan US yang akan mengembangkan CR dilakukan
dalam jumlah minimum,maka akan ada tendensi yang relatif kuat untuk merespon
stimuli yang terkait dengan CS selama pelenyapan; yakni, ada generalisasi yang
cukup besar. Akan tetapi jika training diperpanjang,ada pengurangan tendensi
untuk merespon stimuli yang terkait dengan CS selama pelenyapan. Jadi adalah
mungkin untuk mengontrol generalisasi dengan mengontrol level training: semakin
banyak jumlah training , semakin sedikit generalisasinya.
Cara kedua untuk melahirkan diskriminasi adalah melalui
penguatan diferensial yakni dengan menyajikan nada 2.000-cps bersama dengan
sejumlah nada lain yang akan terdengar selama proses pelenyapan. Setelah
training itu ,ketika hewan diberi nada selain nada berfrekuensi 2.000-cps
selama pelenyapan,ia cenderung tidak meresponnya. Disinilah terjadi
diskriminasi.
Hubungan antara CS dan US
Ada 2
pertimbangan umum tentang pengkondisian klasik.Pertama, adanya interval presentasi
optimal antara CS dan US agar pengkondisian
terjadi dengan cepat. Sejumlah peneliti menemukan bahwa jika CS datang
setengah detik sebelum US,akan terjadi pengkondisian yang paling efisien. Jika
waktu antara kedua kejadian itu lebih lama atau kurang dari 0,5
detik,pengkondisian akan relatif sulit terjadi. Namun hal ini hanya bersifat
penyederhanaan karena interval waktu optimal antara permulaan CS dan permulaan
US agar terjadi pengkondisian bergantung pada banyak faktor.
Pertimbangan kedua, dengan menggunakan prosedur
pengkondisian klasik, CS yang muncul setelah US disajikan akan sangat sulit
menciptakan pengkondisian atau bahkan tidak mungkin. Hal ini dinamakan backward
conditioning(pengkondisian ke belakang).Secara umum,Egger dan miller
menyimpulkan bahwa agar pengkondisian klasik terjadi , organisme harus bisa
menggunakan CS untuk memeprediksi apakah penguatan akan terjadi atau tidak.
II.3 TEORI BELAJAR MENURUT IVAN PETROVICH PAVLOV
II.3.1 KONSEP
TEORITIS UTAMA
Eksitasi
(kegairahan) dan Hambatan
Menurut Pavlov,dua proses dasar yang mengatur semua
aktivitas sistem saraf sentral adalah excitation(eksitasi) dan
inhibition(hambatan). Eksitasi dan hambatan adalah sisi-sisi dari proses yang
sama,keduanya selalu ada secara bersamaan,namun proporsinya selalu bervariasi
di setiap saat, kadang yang satu lebih menonjol,dan kadang yang satunya lagi
yang lebih menonjol. Menurut Pavlov setiap kejadian di lingkungan berhubungan
dengan beberapa titik di otak dan saat kejadian ini dialami,ia cenderung
menggairahkan atau menghambat aktivitas otak. Jadi, otak terus-menerus
dirangsang atau dihambat,tergantung pada apa yang dialami oleh organisme. Jadi,
jika satu nada secara terus-menerus diperdengarkan ke seekor anjing sebelum ia
diberi makan, area di otak yang dibangkitkan oleh nada suara itu akan membentuk
koneksi temporer dengan area otak yang merespons ke makanan. Ketika koneksi ini
terbentuk, presentasi nada akan menyebabkan hewan bertindak seolah-olah makanan
akan disajikan,itu tanda bahwa reflek yang hmnigbndikondisikan sudah terjadi.
Stereotip
Dinamis
Respon terhadap lingkungan yang sudah dikenal akan makin
cepat dan otomatis, itulah yang disebut dynamic stereotip(stereotip dinamis).
Secara garis besar , stereotip dinamis adalah mosaik kortikal yang menjadi
stabil karena organisme berada dalam lingkungan yang dapat diprediksi selama
periode waktu tertentu yang lumayan panjan.
Iradiasi dan
Konsentrasi
Pavlov menggunakan istilah analyser
untuk mendiskripsikan jalur dari satu reseptor idrawi ke area otak tertentu.
Suatu analyser terdiri dari resptor indrawi jalur sensoris dari reseptor ke
otak dan area otak yang diproyeksikan oleh aktivitas sensoris. Informasi
sensoris yang diproyeksikan ke beberapa area otak akan menimbulkan eksitasi di
area itu. Pada awal terjadinya irradiation of excitation (iradiasi
eksitasi) dengan kata lain eksitasi ini akan menular ke area otak lain
didekatnya. Proses ini dipakai Pavlov untuk menjelaskan generalisasi.
Penjelasan Pavlov tentang generalisasi
adalah bahwa implus neural berjalan dari reseptor indra, dari telinga ke
area tertentu di otak yang bereaksi terhadap nada 2.000-cps. Pavlov juga
menemukan bahwa concentration (konsentrasi), sebuah proses yang berlawanan
dengan iradiasi, mengatur eksitasi dan hambatan. Proses iradiasi dipakai untuk
menjelaskan proses generalisasi sedangkan proses konsentrasi dipakai untuk
menjelaskan diskriminasi. Pertama – tama organisme punya tendensi umum untuk
merespon CS selama pengkondisian. Tetapi dengan latihan yang lama, tendensi
untuk merespons dan tak merespons akan menjadi kurang umum dan semakin spesifik
ke arah stimuli tertentu.
Pengkondisian
Eksitatoris dan Inhibitoris
Pavlov mengidentifikasikan dua tipe
dari pengkondisian, yang pertama excitatory
conditioning, akan tampak ketika pasangan CS-US menimbulkan suatu respon.
Sebuah Bell (CS) yang dipasangkan berulang kali dengan makanan (US) sehingga
penyajian CS akan menerbitkan air liur (CR), satu nada (CS) di pasangkan
berulang kali dengan tiupan angin (US) langsung ke mata sehingga penyajian CS
saja akan menyebabkan mata berkedip.
Conditioned inhibition tampak ketika training CS menghambat
atau menekan suatu respon. Misalnya, Pavlov berspekulasi bahwa pelenyapan
mungkin disebabkan oleh munculnya hambatan setelah CS yang menimbulkan respon
itu diulang tanpa suatu penguat. Prosedur standar untuk menghasilkan hambatan
yang dikondisikan adalah menyajikan satu CS yang dipasangkan dengan US dan
menghadirkan CS majemuk atau gabungan yang tidak dipasangkan dengan US.
Ringkasan Pandangan
Pavlov tentang Fungi Otak
Pavlov memandang otak sebagai semacam
mosaik titik – titik eksitesi dan hambatan. Setiap poin di otak berhubungan
dengan satu kejadian enviromental. Berdasarkan pada apa yang dialami pada suatu
saat, pola eksitasi dan hambatan yang berbeda akan muncul di otak dan pola itu
akan menjadi perilaku. Ketika koneksi temporer pertama kali dibentuk oleh otak,
ada tendensi bagi stimulus yang dikondisikan untuk memberi efek umum di otak.
Setelah proses belajar berlanjut eksitasi yang disebabkan oleh stimulus positif
dan hambatan yang disebabkan oleh stimulus negatif menjadi terkonsentrasi di
area spesifik di otak.
Pavlov tidak pernah menjelaskan
bagaimana semua prosedur ini berinteraksi untuk menimbulkan perilaku yang
terkoordinasi baik yang kita lihat dari semua organisme namun dia menunjukkan
keheranannya bahwa perilaku yang sistematis tidak muncul dari banyak faktor
pengaruh tersebut.
Sistem Sinyal
Pertama dan Kedua
Karya Pavlov mengenai pengkondisian
telah menyediakan kerangka untuk memahami bagaimana organisme mengantisipasi
kejadian di masa depan. Karena CS mendahului kejadian yang signifikan secara
biologis (UR) maka mereka menjadi sinyal untuk kejadian yang memungkinkan
organisme itu mempersiapkan diri dan menjalankan perilaku yang tepat. Pavlov,
menyebut stimuli yang memberi sinyal kejadian yang penting secara biologis (CS)
ini sebagai first signal system. Selain itu, manusia juga menggunakan bahasa
yang terdiri dari simbol – simbol realitas. Seseorang mungkin merespon kata
bahaya sebagaimana merespon situasi yang aktual yang berbahaya. Pavlov menyebut
kata yang melambangkan realitas itu sebagai sinyal dari sinya atau second
signal system. Sinyal – sinyal yang muncul bisa diorganisasikan dalam sistem
kompleks yang akan memandu perilaku banyak manusia.
II.3.2 PERBANDINGAN ANTARA
PENGKONDISIAN KLASIK DAN INSTRUMENTAL
Pengkondisian klasik dapat menimbulkan
suatu respon, dan pengkondisian instrumental akan tergantung pada respons yang
diberikan. Pengkondisian klasik dapat dikatakan bersifat tidak sukarela dan
otomatis, sedangkan pengkondisian instrumental bersifat sukarela dan dikontrol.
Fungsi penguatan juga berbeda untuk
pengkondisian klasik dan instrumental. Untuk pengkondisian instrumental,
penguatan dihadirkan setelah respon dibuat. Untuk pengkondisian klasik, penguat
(US) disajikan untuk menimbulkan respon.
Kedua macam pengkondisian itu
memperkuat survivel organisme. Pengkondisian klasik memperkuatnya dengan
menciptakan suatu tanda dan simbol yang memungkinkan antisipasi kejadian yang
signifikan. Pengkondisian memperkuatnya melalui pengembangan pola perilaku yang
tepat dalam merespon kejadian signifikan tersebut. Perlu dicatat bahwa mustahil
memisahkan antara pengkondisian instrumental dan pengkondisian klasik.
II.3.3 RISET
TERBARU TENTANG PENGKONDISIAN KLASIK
CR tidak selalu merupakan UR kecil. Pavlov
percaya bahwa selama jalannya pengkondisian CS akan menggantikan US dan itulah
mengapa pengkondisian klasik kadang disebut sebagai stimulus subtitute learning.
Diasumsikan bahwa karena CS bertindak sebagai pengganti US, maka CR adalah
versi kecil dari UR. Periset bukan hanya menemukan CR dan UR adalah berbeda.
Tetapi mereka juga menemukan bahwa keduanya saling bertentangan. Juga ditemukan
bahwa ketika digunakan US yang sama, akan muncul CR yang berbeda – beda ketika
CS yang berbeda dipasangkan dengan US itu. Ternyata terkadang CR mirip UR,
terkadang CR membuat organisme bersiap mengantisipasi US, terkadang CR
bertentangan dengan UR.
Pelenyapan melibatkan intervensi. Pavlov percaya bahwa selama
pelenyapan, presentasi CS yang tak diperkuatakan menghasilkan hambatan yang
dikondisikan yang menekan atau menanti asosiasi eksitatoris yang telah
dipelajari sebelumnya antara CS dan US. Karenanya, mekanisme teoritis yang
mendasari pelenyapan eksperimental dari respon yang dikondisikan adalah
hambatan, bukan eliminasi koneksi CS-US.
Argumen ini didasarkan pada tiga
fenomena belajar yang reliabel. Pertama, pemulihan spontan. Kedua, renewal
effect, yang muncul ketika satu respon yang telah dikondisikan dalam satu
konteks eksperimental dilenyapkan dalam konteks lainnya. Ketiga, reinstatement,
muncul ketika US disajikan setelah pelenyapan eksperimental sudah selesai.
Selama pelenyapan petunjuk konteks yang sama akan membangkitkan kembali
kenangan asosiasi CS-pelenyapan. Setelah pelenyapan CS menjadi ambigu.
Overshadowing dan Blocking. Pavlov mengamati jika bahwa dia
menggunakan satu stimulus majemuk gabungan sebagai CS dan satu komponen dari
stimulus tersebut lebih menonjol ketimbang komponen lainnya, maka komponen yang
paling menonjollah yang paling dokondisikan. Fenomena ini disebut
overshadowing. Leon Kamin melaporkan serangkaian percobaan penting tentang
fenomena yang disebut blocking. Kamin
(1969) menggunakan prosedur CER (conditioned emotional response) untuk
menunjukkan konsep blocking. Pertama, tikus dilatih untuk menekan tuas untuk
mendapatkan penguatan berupa makanan. Kemudian tikus dihadapkan pada 16 kali
percobaan dimana suara diikuti dengan setrum. Hasil dari training ini disebut
dengan respons kekang saat suara diperdengarkan. Selanjutnya menyandingkan
suara dari tahap sebelumnya dengan cahaya karenanya menciptakan stimulus
majemuk atau gabungan. Fase finalnya adalah hanya memberi cahaya kepada tikus
untuk melihat apakah stimulus cahaya ini
menimbulkan pengekangan. Hal yang perlu diingat blocking, seperti overshadowing
menunjukkan contoh situasi dimana stimuli dipasangkan sesuai dengan prinsip
pengkondisian klasik namun tidak menimbulkan pengkondisian.
Teori Pengkondisian
Klasik Rescorla – Wagner
Teori Resercorla – Wagner memberikan
penjelasan fenomena pengkondisian klasik umum, memberikan beberapa prediksi tak
terduga yang relevan dengan pengkondisian klasik, dan memecahkan beberapa
problem penting yang berkaitan dengan pengkondisan klasik. Teori ini menggunakan
logika simbolis dan matematika sederhana untuk meringkas dinamika belajar. Resercorla – Wagner mengasumsikan bahwa sifat
dari US akan menentukan level maksimum atau simpotik dari pengkondisian yang
dapat dicapai.
Kontigensi ,
Bukan Kontiguitas
Dalam artikelnya yang berpengaruh,”Pavlovian
Conditioning: It’s Not what you think”Rescorla(1988) menyajikan tiga observasi
tentang pengondisian Pavlovian dan menjelaskan arti pentingnya dalam psikologi
modern.
Pertama ,seperti Egger dan Miller(1962,1963) dia
mengatakan pada dasarnya ada korelasi antara US dan CS yang lebih dari sekedar
kebetulan atau kontiguitas. Misalnya, satu situasi dimana hewan mengalami US
acak selama periode yang lebih panjang. Mungkin ada kejadian ketika US dan
CS terjadi bersama-sama(kontiguitas) dan
ketika mereka terjadi secara sendiri-sendiri. Bandingkan situasi ini dengan
situasi dimana US dan CS diprogram sehinggah mereka hanya terjadi bersama-sama.
Dua kondisi ini disajikan di gambar 7-6 dan penting untuk dicatat bahwa dalam
kedua situasi itu CS dan US terjadi bersama-sama dalam jumlah waktu yang sama.
Kedua, seperti Zener(1937), Rescorla(1988) mengatakan
bahwa klaim umum bahwa CR adalah miniatur atau ringkasan dari UR adalah klaim
yang yang terlalu menyerderhanakan atau bahkan tidak tepat. Respons tipikal
untuk suatu US berupa setrum listrik dalam eksperimen, misalnya, adalah
peningkatan aktivitas atau berupa respons yang mengejutkan. Akan tetapi,
seperti terlihat dalam fenomena pengekangan yang dikondisikan di atas, jika CS
yang dipakai untuk memberi isyarat setrum diberikan selama performa dari
respons yang berbeda(penekanan tuas), hasilnya adalah penurunan aktivitas. CR
dapat berupa beberapa respons yang berbeda-beda, bergantung pada konteks dimana
CS terjadi.
Dua poin ini tampak jelas ketika Rescorla (1966) melatih
anjing untuk melompat rintangan disebuah kotak agar ia terhindar dari setrum
yang diberikan daam interval reguler 30 detik. Situasinya ditata sedemikian
rupa sehinggah setrum itu bisa dihindari jika anjing melompati rintangan, waktu
dihitung lagi dari nol dan dmulai lagi dari awal. Tidak ada sinyal eksternal
yang mengindikasikan kapan suatu setrum akan diberikan ;satu-satunya sinyal
adalah pemahaman anjing akan berlalunya waktu. Semua anjing dalam eksperimen
ini belajar melompati untuk menghindari setrum. Rata-rata lompatan kemudian
dipakai sebagai kerangka referensi untuk menilai efek dari variabel lain yang
dimasukkan kedalam eksperimen.
II.3.4
IRELEVENSI YANG DIPELAJARI, HAMBATAN LATEN, DAN SUPERCONDITIONING
Setidaknya ada tiga fenomena yang menghadirkan masalah
bagi teori Rescorla-Wagner, namun mereka mudah dijelaskan oleh pendekatan Macintosh
atau Kamin/Wagner. Semua efek ini melibatkan pra-penghadiran CS sebelum
memperkenalkan kontigensi positif(eksitasi) antar CS dan US.
Ingat bahwa Rescorla(1996)menggunakan kondisi kontrol
yang benar-benar acak dimana CS dan US terjadi namun tidak ada kontigensi
diantara keduanya. Jika CS yang pertama kali dipakai dalam kondisi kontrol acak
kemudian dipasangkan dalam hubungan kontigensi dengan US,pengondisiannya akan
cacat. Learned irrelevence (irelevensi yang dipelajari) adalah
hilangnya keampuhan atau kemampuan CS yang dipakai dalam kondisi kontrol
acak(Mackintosh,1973).
Latent inhibition effect( efek hambatan
laten) terjadi ketika pra-pemaparan suatu CS(dengan tanpa US)memperlambat
pengondisian ketika CS dan US kemudian dipasangkan (misalnya,
Baker&Mackintosh,1997;Best&Gemberling,1977;Fenwick,Mikulka,&Klein,1975;Lubow&Moore,1959).
Sekali lagi, ini adalah problem untuk teori Rescorla-Wagner karena
pra-pemaparan ke CS seharusnya tidak memberi efek pada pengondisian. Bahwa pada
saat CS disajikan sendirian,organisme belajar bahwa CS itu tidak relevan dan
karenanya tidak terkait dengan kejadian signifikan. Setelah CS dianggap tidak
relevan, ia diabaikan dan karenanya menghambat pembentukan hubungan prediktif
ketika ia kemudian dipasangkan dengan US.
Pengondisian sebagai formasi
ekspektasi. Robert Bolles(1972,1979) menunjukkan bahwa organisme
tidak mempelajari respon baru selama pengondisian. Sebaliknya,organisme
melakukan reaksi spesies-spesifik yang sesuai dengan situasi. Menurut Bolles,
apa yang dipelajari organisme adalah ekspektasi yang membimbing prilaku yang
belum dipelajari oleh mereka. Suatu
ekspektasi stimulus akan terbentuk ketika CS dikorelasikan dengan hasil penting
seperti ada tidaknya US. Dengan kata lain, eksperimen pengondisian klasik
biasanya menciptakan ekspektasi stimulus. Suatu ekspektasi stimulus menyangkut
perkiraan akan adanya satu stimulus(US) dari kehadiran stimulus lain(CS).
Organisme juga belajar ekspektasi respons, yang emrupakan hubungan prediktif
antara respons dan hasil. Menurut Bolles, penguatan tidak memperkuat prilaku;ia memperkuat ekspektasi
bahwa respons tertentu akan diikuti oleh suatu penguat.
II.3.5 Aversi
cita Rasa Yang Dikondisikan : Efek Garcia
Selama bertahun-tahun bukti anekdotal menunjukkan bahwa
tikus tidak punah karena mereka dengan cepat mengetahui bahwa beberapa
subtansi, seperti racun tikus, membuat mereka sakit dan karenanya harus
dihindari. Demikian pula, orang akan mau berbagi cerita tentang makanan atau
minuman yang mereka hindari karena mereka mengasosiasikannya dengan penyakit.
Garcia dan Koelling (1966) memvalidasi penjelasan aversi cita rasa anedotal ini
dengan menunjukkan fenomena yang tidak lazim dalam pengondisian klasik. Untuk
saat ini, kita hanya mendeskripsikan salah satu bagian dari eksperimen penting
ini, dan di Bab 15 kita akan mengeplorasi fenomena ini secara lebih detail
dengan perhatian khusus pada signifikansi evolusi dan biologisnya.
Meskipun eksperiment Gracia dan Koelling tampaknya
mengikuti prosedur pengondisian klasik, namun muncul sejumlah masalah saat hasilnya diinterpretasikan sebagai
fenomena pengondisian klasik.
II.3.6 EKSPERIMENT
JOHN B. WATSON DENGAN
LITTLE ALBERT
Watson adalah pendiri aliran behaviorism (behaviorisme), mengganggap bahwa psikologi seharusnya
membuang semua konsep mental dan penjelasan tentang perilku manusia berdasarkan
insting.
Watson adalah determinis envoromental radikal. Dia
percaya bahwa kita semua sejak lahir telah dilengkapi sedikit gerak refleks dan sedikit emosi dasar,
dan melalui pengkondisian klasik refleks ini dipasangkan dengan berbagai macam
stimuli. Menurut Watson, emosi manusia adalah produk dari warisan dan
pengalaman. Menurut Watson, kita mewarisi tiga emosi dasar-rasa takut, marah,
dan cinta. Melalui proses pengkondisian, tiga emosi dasar ini menjadi terikat
dengan hal yang berbeda untuk orang yang berbeda-beda. Menurut Watson,
personalitas (kepribadian) adalah kumpulan dari refleks yang dikondisikan. Dua
menyangakal bahwa kita lahir dengan membawa kemampuan mental atau predisposisi.
Untuk menunjukkan bagaiman refleks emosional bawaan
menjadi dikondisikan ke stimuli neural, Watson dan Rosalie Rainer (1920)
melakukan percobaan pada bayi berusia sebelas
bulan bernama Albert. Selain Albert, unsure lain dalam percobaan ini
adalah seekor tikus putih, lempengan besi, dan palu.
Ditunjukkan bahawa rasa takut Albert digeneralisasikan ke
berbagai macam objek yang pada awalnnya tidak ditakutinya: kelinci, anjing,
kucing, kain sutra, dan topeng santa claus. Jadi. Watson menunjukkan bahwa
reaksi emosiaonal kita dapat ditata melalui pengkondisian klasik. Dalam
eksperimen ini, suaras keras adalah US, rasa takut yang ditimbulkan suara itu
adalah UR, tikus adalah CS, dan rasa takut pada tikus adalah CS. Rasa takut
Albert ,kepada obyek putih berbulu menunjukkan adanya generalisasi.
II.3.7 REPLIKASI BREGMAN ATAS EXPERIMENT WATSON
Pada 1934, E.O.Bregman mereplikasi eksperiman Watson dan
menemukan bahwa rasa takut anak memang dapat dikondisikan ke CS, namun
pengkondisian itu terjadi hanya dalam situasi-situasi tertentu. Bregman
menemukan bahwa pengkondisian akan terjadi hanya jika CS adalah hewan hidup
(seperti dalam eksperimen Watson) tetapi tidak terjadi pengkondisian jika CS adalah obyek tak bernyawa, seperti balok
kayu, botol, atau bahkan boneka hewan dari kayu. Temuan Bregman tidak sesuai
dengan klaim Pavlov dan Watson bahwa sifat dari CS tidak relevan dengan proses
pengkondisian. Akan tetapi, temuannya konsisten dengan pendapat Seligman bahwa
beberapa asosisasi lebih mudah dibentuk ketimbang asosiasi lainnya karena
adanya kesiapan biologis dari organisme. Dalam kasus ini, Seligman (1972)
mengatakan bahwa karena hewan memiliki potensi untuk menimbulkan bahaya,maka
manusia secara biologis bersiap untuk mencurigainya dan karenanya lebih mudah
belajar takut dan/ atau menghindarinya.
Menghilangkan
rasa takut yang dokindisikan
Watson telah menunjukkan bahwa emosi bawaan, seperti ras
takut, dapt “ditransfer” ke stimuli yang ssebelumnya tidak menimbulkan rasa
takut, dan mekanisme, transfer itu adalah pengkondisian klasik. Ini adalah
temuan yang amat penting meski kemudian ditunjukkan bahwa pengkondisian akan
lebih mudah untuk beberapa stimuli ketimbang stimuli lain. Jika rasa takut itu
dipelajari, maka akan ada kemungkinan untuk melenyapkan rasa takut itu. Watson
berpendapat bahwa risetnya telah menunujukkan bagaiman rasa takut yang
dipelajri itu bisa berkembang dan tidak diperlukan lagi riset semacam itu. Kini
dia mencari anak yang sudah punya rasa takut dan kemudian diusahakan untuk
menghilangakan rasa takutnya. Watson kini bekerjasama dengan Mary Cover Jones
(1896-1987). Dan menemukan anak yang diiinginkan-anak berusia 3 tahun bernama
Peter yang sangat takut pada kelinci, kucing, kodok, dan ikan. Hergenhahn
(2005) meringkas usaha Watson dan Jones untuk menghilangkan rasa takut Peter.
Prosedur yang digunakan oleh Watson dan Jones untuk
menghilangkan rasa takut Peter ini mirip sekali dengan prosedur yang disebut desensitisasi sistematis.
Teori belajar
Watson
Watson banyak memperkenalkan psikologi Pavlovian ke
Amerika Serikat, dia tidak pernah sepenuhnya menerima prinsip Pavlovian.
Misalnya, dia tidak percaya bahwa pengkondisian bergantung pada penguatan.
Menurut Watson, belajar terjadi karena kejadian-kejadian susul-menyusul dalam
jarak waktu yang singkat. Juga , semakin sering
kejadina-kejadian muncul bersama, semakin kuat asosiasi diantara
kejadian-kejadian itu. Karenanya, Watson hanya ,mengakui hukum lama kontiguitas dan frekuensi.
Menurutnya, prinsip belajar lainnya adalah mentalistik, seperti hukum efek
Thorndike, atau tidak dibutuhkan, seperti gagasan mengenai penguatan.
II.4 APLIKASI
TEORI BELAJAR PAVLOV
II.4.1 APLIKASI LANJUTAN DARI PENGKONDISIAN KLASIK
UNTUK PSIKOLOGIS KLINIS
Extinction (pelenyapan). Praktek klinik berbasis
pengkondisian klasik mengasumsikan bahwa karena gangguan perilaku atau
kebiasaan buruk adalah hasil dari belajar, maka perilaku itu bisa dibuang atau
diganti dengan perilaku yang lebih positif. Misalnya merokok dan kecanduan
alcohol sebagai perilaku buruk atau kebiasaan buruk. Dalam kasus ini, rasa
alcohol atau rokok daapt dianggap sebagai CS, dan efek fisiologis dari alcohol
atau nikotin adalah US. Setelah beberapa kali penyandingan CS-US, merasakan CS saja akan menghasilkan kenikmatan (CR).Salah
satu cara yang mungkin bisa menghilangkan kebiasaan ini adalah dengan
menghadirkan CS tanpa menghadirkan US,dan karenanya menyebabkan pelenyapan.
Schwartz, Masserman dan Robbins (2002) menunjukkan masalah dalam prosedur ini :
Pertama adalah mustahil untuk menciptakan kembali secara
lengkap dalam setting laboratorium kejadian-kejadian yang kompleks dan
idiosinkretik yang berfungsi sebagai CS di dunia rill.
Kedua adalah tidak ada bukti bahwa pelenyapan akan
menghilangkan asosiasi CS-US yang mendasar; sebaliknya, pelenyapan secara
temporer akan menghalangi CR samapai kondisi-kondisi seperti berlalunya waktu
(pemulihan spontan) atau pengenalan kembali US (penguatan) atau konteks training (pembaruan) bisa memunculkan
kembali respon.
Ketiga, respon yang dilenyapkan itu bisa selalu muncul
lagi jika penggunaan alcohol terjadi lagi. (h.127)
counterconditioning
Adalah prosedur yang lebih kuat ketimbang pelenyapan
sederhana. Dalam counterconditioning , CS
dipasangkan dengan US selain US awal. Misalnya, seseorang diizinkan untuk
merokok atau minum dan kemudian diberi obat yang menimbulkan mual. Dengan
penyandingan beberapa kali, rasa sigaret atau alcohol akan menimbulkan rasa
mual yang dikondisikan, yang pada gilirannya akan menimbulkan ketidakmauan
merokok atau minum. Meskipun counterconditioning
tampak sukses dalam sejumlah kasus, manfaat dari prosedur ini sering hanya
bersifat sementara. Schwartz, Wasserman dan Robbins (2002) mengatakan bahwa pada akhirnya, counterconditioning mengalami
kesulitan yang sama dengan trainng pelenyapan. counterconditioning di
laboratorium atau klinik mungkin bisa digeneralisasikan ke luar setting ini.
Para pecandu mungkin belajar bahwa piihan minum alakohol itu tidak menyenangkan
ketika dilakukan di dalam lingkunagn artificial. Setiap tendensi untuk
menggunakan kembali alcohol di luar klinik akan menyebabkan pembentukan kembali
respon yang dikondisikan awal secara cepat. Counterconditioning menghadapi kesulitan lebih jauh yang unik.
Bahkan jika perawatannya efektif, upaya meyakinkan pasien agar tidak mengulangi
perilakunya lagi buaknlah tugas yang mudah…(h.128)
Flooding. Problem utama
dalam menghadapi fobia adalah fakta bahwa individu menghindari pengalaman yang
menakutkan. Karena pelenyapan adalah proses aktif (CS harus dihindarkan dan
tidak diikuti dengan US ), usaha menghindari stimuli yang menimbulkan rasa
takut justru akan mencegah terjadinya pelenyapan. Jika, misalnya, seseorang
punya fobia terhadap anjing, orang itu tidak akan pernah dekat-dekat dengan anjing
dalam waktu lama untuk belajar apakah dekat dengan anjing itu aman atau tidak.
Desentisasi
sitematis
Tokohnya adalah
Joseph Wolpe (1958) yang mengembangkan teknik terapi yang disebut
sebagai systematic desensitization (desentisasi
sistematis). Dalam menghadapi klien yang menderita fobia terdiri dari tiga fase
Pertama, menyusun anxiety hierarchy (hierarki kecemasan),
dilakuakan dengan melakukan sederetan hal yang menimbulkan dan kemudian
mengurutkannya mulai dari hal menimbulkan kecemasan paling besar ke yang paling
kecil.
Kedua, Wolpe mengajarkan kliennya untuk relaks (santai).
Dia mengajari mereka mengendorkan otot dan menunjukksn bagaimana rasanya
seseorang yang tidak cemas.
Ketiga, klien pertama-tama merasakan relaksasi mendalam
dan kemudian diminta membayangkan item paling lemah dalam hierarki kecemasan.
Saat membayangkan si klien diimnta untuk relaksasi lagi. Setelah selesai, klien
diminta untuk membayangkan item
berikutnya dan seterusnya sampai selesai. Wolpe mengasumsikan bahwa jika setiap
kali sebuah item dalam daftar itu dirasakan bersama dengan relaksasi (tanpa
kecemasan), sedikit dari respon ketakutan yang diasosiasikan dengan item itu
pada akhirnya akan hilang. Agar fobia bisa dilenyapakn, item yang ditakuti itu
harus diarasakan dalam keadaan tanpa kecemasan.
Perbedaan antara
Wolpe dan Watson & Jones. Wolpe tak pernah menyuruh kliennya untuk
pelan-pelan mendekati obyek yang ditakutinya itu, sedangkan Watson dan Jones
pelan-pelan mendekati obyek yang ditakuti.
II.4.2
APLIKASI PENGKONDISIAN KLASIK UNTUK PENGOBATAN
Salah satu riset yang didasarakan pada pendapat Pavlov
dilakuakan oleh Metalnikov (Metalnikov, 1934; Metelnikov & Chorine, 1926)
yang melakukan serangkaian ekaperimen unik dalam pengkondisian klasik. Dengan
menggunakan babi sebagai subyek, Metelanikov memasangkan stimuli panas atau
rabaan (sentuhan) (CS) dengan injeksi protein asing (US). Metalnikov
melaporkann bahwa setelah beberapa kali penyandingan CS dan US , presentasi
stimuli panas atau sentuhan saja akan menimbulkan berbagai respon immune nonspesifik.
Riset oleh Robert Ader dan rekannya pada tahun 1970-an
menunjukkan bahwa sistem kekebalan dapat dikondisikan. Mereka menciptakan
bidang interdisipliner baru yang kini
disebut psikoneuroimunologi, bidang yang mengakaji interaksi antara
factor-faktor psikologis (belajar, persepsi, emosi), system syaraf dan system
kekebalan.
Ader (1974) pada
awalnya mempelajari aversi cita rasa dengan memasangkan minuman mengadung
sakarin (CS) dengan injeksi obat (US). Obat dalam kasus ini, yakni
cyclophosaphamide, menekan system kekebalan. Setelah ekesperimen aversi rasa
awal, Ader mencatat adanya angka
kematian yang tinggi pada tikus yang terus-terusan menerima cairan sakarin
(tanpa US). Dia mengatakan bahwa penekanan system kekebalan yang dikondisikan,
yang menyebabkan kerapuhan terhadap infeksi bateri atau virus menyebabkan
peningkatan angka kematian tikus.
II.4.3 PENDAPAT PAVLOV TENTANG PENDIDIKAN
Setiap kejadian netral dipaasang dengan kejadian
bermakna, akan terjadi pengkondisian klasik. Belajar matematika dalam situasi
yang menegangkan dan guru galak mungkin akan menyebabkan munculnya sikap
negative terhadap matematika; dan guru yang ramah dan menyenangkan akan mungkin
mengilhami murid untuk berkarir menjadi
guru. Perasaan kecemasan yang dikaitkan dengan kegagalan di sekolah mungkin
menimbulkan masalah di luar sekolah.
Efek Gracia menu jukkan bahwa aversi yang kuat terhadap
suatu situasi dapat muncul apabila
pengalaman negative diasosiasikan dengan situasi itu. Jadi hewan yang makan
suatu makanan dan menjadi sakit akan mneghindari makanan itu. Adalah mungkin
jika pengalaman di kelas adalah buruk, murid akan seumur hidup mengembangkan
aversi terhadapa pendidikan. Selain itu
murid yang punya sikap negative terhadap pendidikan mungkin akan menyerang
guru, merusak sekolah, atau berkelahi dengan murid lain untuk menyalurkan
frustasinya.
Meskipun pengaruh pengkondisian klasik di sekolah cukup
kuat, pegaruh itu biasanya isidental. Tetapi prinsip pengkondisian klasik dapat
dipakai dalam program pendidikan, seperti dalam kasus Albert. Ketika teknik Pavlovian dipakai untuk
memodifikasi perilaku, situasinya tampak menyerupai brainwashing ketimbang pendidikan.
Evaluasi teori
Pavlov
Pertanyaan yang dirumuskan Pavlov- dan sebagian telah
menjawab-mengenai dinamika hubungan
CS-US, cara akusisi respon, generalisasi dan diskriminasi, serta
pelenyapan dan pemulihan spontan, telah
memicu banyak studi dalam psikologi hingga saat ini dan juga studi yang
berkaitan dengan riset medis. Sampai 1965 telah dilakukan lebih dari 5.000
percobaan berdasarkan percobaan Pavlov, baik itu dalam riset ilmiah murni
maupun terapan (Razran, 1965). Dalam sejarah teori belajar, Pavlov menciptakan
teori pertama tentang belajar antisipasi. Pembahasan mengenai CS sebagai sinyal
adalah unik apabila dibandingkan dengan teoretisi belajar lain yang
memperlakukan stimuli sebagai kejadian keusal dalam koneksi S-R atau sebagai kejadian penguatan yang
mengikuti respons. Jika kita melihat habiatuasi dan sensitasi sebagai unit
paling sederhana dalam belajar non-asosiatif, maka adalah tepat untuk
mempertimbangkan respons yang dikondisikan secara klasik sebagai unit
fundamental dari belajar asosiatif. Jelas, teoretisi selain Pavlov kini banyak
menggunakan unit antisipatoris fundamental
tersebut.
Kritik
Pavlov tidak mau menjelaskan belajar yang melibatkan
proses mental yang kompleks, dan ia berasumsi bahwa kesadaran hubungan CS-US
dari pembelajaran tidak dibutuhkan untuk proses belajar.
Barangkali pengaruh Pavlov akan lebih besar jika dia benar-benar mau mengkaji
proses belajar. Windholz (1992) menunjukkan bahwa meskipun penemuan
pengkondisian klasik terjadi pada 1897, Pavlo menganggap karyanya berkaitan
dengan penemuan fungsi system syaraf dasar dan sebelum tahun 1930 dia
tidak menyadari bahwa karyanya itu
relevan dengan perkembangan teori belajar di Amerika. Di tahun-tahun akhir
hidupnya dia berspekulasi tentang belajar reflex dan tentang belajar trial-and-error .
Categories:
C. Dasar dan Teori Psikologi Bimbingan Konseling